Kerajaan Blambangan: Jejak Katolik di Tanah Jawa Timur

Kerajaan Blambangan

Kerajaan Blambangan, yang terletak di ujung timur Pulau Jawa, merupakan salah satu kerajaan Hindu-Buddha terakhir yang bertahan di Jawa setelah keruntuhan Majapahit. Ketika Kerajaan Demak muncul dan meruntuhkan Majapahit, Blambangan menjadi satu-satunya kerajaan Hindu yang masih bertahan di tanah Jawa. Untuk membendung serangan dari kerajaan-kerajaan pesisir yang beraliran Islam, raja Blambangan mencoba menjalin kerjasama dengan Portugis, yang telah menguasai Malaka sejak 1511. Sejak tahun 1528, para pedagang Portugis sudah bermukim di Panarukan, kota pelabuhan strategis milik Kerajaan Blambangan. Namun, pada masa itu belum ada misionaris yang berkarya di Blambangan.
Blambangan Timeline
Blambangan Timeline

Awal Misi Katolik di Blambangan

Pada paruh kedua abad ke-16, beberapa misionaris Katolik Roma dari koloni Portugis di Malaka tiba di Jawa Timur dengan tujuan mengonversi penduduk setempat. Mereka mengunjungi Panarukan dan Blambangan, dua wilayah yang menjadi pusat pertarungan antara penguasa Muslim Pasuruan (yang bersekutu dengan Surabaya) melawan Raja Hindu Blambangan. Pelabuhan Panarukan, yang strategis, menjadi titik perebutan antara kedua kekuatan ini.

Peta Kerajaan Blambangan
Peta Kerajaan Blambangan

Baru pada tahun 1579, undangan untuk para misionaris di Malaka disampaikan oleh Adipati Panarukan kepada Pater Bernardino Ferrari SJ, yang kapalnya terpaksa berlabuh di Blambangan karena angin badai dalam perjalanan menuju Maluku. Saat itu, misi di Malaka sedang mengalami keterbatasan tenaga karena para Yesuit sibuk melayani Halmahera Utara dan Maluku, sementara para Dominikan fokus melayani kepulauan Solor dan Timor. Akibatnya, undangan tersebut tidak segera ditindaklanjuti.

Baru pada tahun 1585, pembesar misi di Malaka mengutus empat misionaris Fransiskan (OFM) untuk berkarya di Kerajaan Blambangan. Keempat misionaris tersebut adalah Pedro Aronca, Jorge de Viseu, Manuel de Elvas, dan Bruder Jeronimo Valente. Pedro Aronca dan Jorge de Viseu menetap di Panarukan, sementara Manuel de Elvas dan Jeronimo Valente berkarya di pusat kerajaan. Kedatangan mereka disambut baik oleh raja Blambangan, yang bahkan memberikan izin untuk membangun gereja.

Karya Misionaris Fransiskan dan Pertumbuhan Katolik di Blambangan

Selama empat tahun berkarya di Blambangan, Pater Manuel de Elvas berhasil membaptis sekitar 600 orang, termasuk beberapa anggota keluarga kerajaan. Di antara mereka yang dibaptis adalah Ibu Suri, anak raja (yang sayangnya meninggal karena wabah cacar), serta dua orang pangeran kerabat raja, seorang bapak dan anak, yang kemudian memilih nama Don Antonio dan Don Paschoal. Bahkan seorang pedande (pendeta Hindu) yang masih kerabat raja juga memeluk agama Katolik. Hal ini menunjukkan bahwa agama Katolik bukanlah "agama Londo" (agama orang asing) semata, melainkan telah diterima oleh masyarakat pribumi Blambangan.

Dengan demikian, di Kerajaan Blambangan, agama Katolik menjadi agama kedua setelah Hindu. Pembaptisan para kerabat raja tentu berpengaruh besar pada rakyat. Ajaran Kristiani yang tidak mengenal sistem kasta mungkin menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat yang merasa tertekan oleh struktur sosial Hindu.

Penganiayaan dan Kemartiran Umat Katolik Blambangan

Namun, perkembangan pesat agama Katolik di Blambangan tidak berlangsung lama. Raja Blambangan mulai merasa tidak senang dengan banyaknya orang yang memeluk Katolik, terutama setelah Ibu Suri, yang dekat dengan para misionaris, diracun hingga mati atas perintah raja. Motifnya diduga karena iri hati, sebab Ibu Suri sebenarnya lebih berhak mewarisi tahta. Selain itu, pedande yang telah memeluk Katolik di Panarukan dikejar-kejar dan dibunuh atas sepengetahuan raja.

Perang Banyuwangi

Salah satu kisah heroik kemartiran terjadi pada Don Paschoal, seorang pemuda Katolik asli Blambangan. Ia menolak bujuk rayu sepupunya, putri raja yang jatuh hati padanya. Akibatnya, ia difitnah di hadapan raja dan divonis hukuman mati. Pater Manuel de Elvas memakamkan Don Paschoal di gereja yang didirikannya. Ketika ia kembali ke Malaka, ia membawa serta tulang-belulang Don Paschoal dan memakamkannya di gereja Fransiskan di Malaka. Bagi Pater Manuel, Don Paschoal adalah martir kemurnian.

Keempat misionaris Fransiskan kemudian dipenjarakan selama empat tahun, dan harta milik umat Katolik, baik Portugis maupun pribumi, dirampas. Banyak umat Katolik yang dibunuh. Meskipun menghadapi penganiayaan, mereka tetap setia pada iman mereka, meresapi janji Yesus dalam Matius 5:11-12, "Berbahagialah kamu, jika karena Aku kamu dicela dan dianiaya..."

Akhir dari Karya Misi Fransiskan di Blambangan

Karya misi Fransiskan di Blambangan berakhir pada tahun 1592-1599 ketika kerajaan ini diserang dan ditaklukkan oleh pasukan Muslim dari Pasuruan dan Surabaya. Godinho de Heradia, seorang penjelajah Portugis, melaporkan bahwa kediaman umat Kristen di Panarukan dihancurleburkan, dan tempat itu menjadi kosong tidak berpenghuni. Situs ini kemungkinan merujuk pada Kutho Bedah (kota yang hancur), yang terletak di timur laut Panarukan.

Banyuwangi Melawan VOC

Selain itu, pada tahun 1603, Belanda yang mulai menguasai Nusantara memberlakukan kebijakan yang melarang aktivitas agama Katolik. Belanda, yang menganut agama Protestan, memprioritaskan penyebaran agama Protestan dan membatasi gerakan misionaris Katolik. Akibatnya, agama Katolik tidak diperkenankan berkembang di Indonesia, dan yang berkembang pesat adalah agama Protestan. Umat Protestan bahkan membentuk komunitas pertama di Maluku, yang menjadi pusat penyebaran agama Protestan di Nusantara.

Refleksi atas Karya Misi di Blambangan

Meskipun karya misi Fransiskan di Blambangan berakhir dengan tragis, keberhasilan pewartaan Injil tidak hanya diukur dari kuantitas umat atau kemegahan bangunan gereja, melainkan dari pertumbuhan iman dan kasih umat. Umat Katolik Blambangan, meskipun sedikit, telah menunjukkan keteguhan iman mereka, bahkan hingga menghadapi kematian. Mereka adalah martir-martir pribumi yang layak dikenang.

Dalam perayaan Semua Orang Kudus setiap 1 November, kita dapat mengenang para kudus "yang tidak dikenal dan tidak terkenal" dari Kerajaan Blambangan. Seperti kata pepatah Latin, sanguinis martyrum semen christianorum (darah martir adalah benih orang-orang Kristen), semoga pengorbanan mereka menjadi benih yang menyuburkan karya misi di bekas wilayah Kerajaan Blambangan, khususnya di daerah-daerah seperti Banyuwangi, Situbondo, Bondowoso, Jember, Lumajang, dan Probolinggo, serta di seluruh Indonesia.

Kesimpulan

Kerajaan Blambangan merupakan contoh menarik dari interaksi antara tradisi lokal Hindu-Buddha dengan pengaruh agama Katolik yang dibawa oleh bangsa Portugis. Kehadiran Katolik di Blambangan tidak lepas dari peran Portugis yang telah aktif di Nusantara sejak awal abad ke-16, termasuk melalui pos persinggahan mereka di Panarukan. Karya misionaris Fransiskan di Blambangan meninggalkan jejak yang signifikan, meskipun berakhir dengan penganiayaan dan penaklukan.

Meskipun komunitas Katolik di Blambangan tidak besar, keberadaan mereka menunjukkan keragaman agama dan budaya yang pernah ada di wilayah ini. Beberapa anggota keluarga istana yang memeluk Katolik, serta kemartiran umat Katolik pribumi, menjadi bukti adanya keterbukaan dan keteguhan iman. Jejak Katolik di Blambangan tetap menjadi bagian penting dari sejarah Nusantara yang kaya dan beragam, serta menginspirasi kita untuk terus menghargai dan merawat warisan iman yang telah ditinggalkan oleh para pendahulu.

Stelan Kebaya Bordir Lengan Panjang Terlaris
Baju Kondangan / Kebaya Pesta
Kebaya Natalan / Pakaian


Kebaya Anak Lurik Set Jarik
S-xxxl Kebaya Tradisional Jawa





Komentar

download ebook pdf gratissiaran podcast

SIARAN PODCAST!

Postingan Populer