Paroki Bayangan di Tanah Jawa: Dari Utrecht ke Batavia

Keuskupan Utrecht ditutup Calvinis Belanda
Keuskupan Utrecht ditutup Calvinis Belanda

Penutupan Paroki di Utrecht

Pada tahun 1580, pemerintah Belanda yang dikuasai kaum Calvinis resmi membubarkan Keuskupan Utrecht. Semua gereja Katolik diambil alih, imam diusir, dan sakramen dilarang secara hukum. Umat Katolik Belanda tidak hilang, tetapi harus beribadah sembunyi-sembunyi dalam rumah-rumah pribadi (schuilkerken).

Untuk menjaga iman umat, Vatikan menunjuk seorang Vikaris Apostolik Utrecht. Ia bukan uskup resmi (karena tidak diakui negara), tetapi tetap menggembalakan umat Katolik. Dari sinilah muncul apa yang disebut “paroki bayangan”: paroki yang nyata ada, tetapi tidak tampak secara publik.

Model “bayangan” ini kelak menjadi pola yang sama ketika Gereja Katolik berhadapan dengan larangan di tanah jajahan Belanda.

Propaganda Fide: Strategi Misi dalam Bayangan

Pada 1622, Paus Gregorius XV mendirikan Kongregasi De Propaganda Fide di Roma. Kongregasi ini bertugas:
  • Mengatur karya misi di seluruh dunia, khususnya wilayah non-Kristen atau yang melarang Katolik.
  • Mengutus imam-imam misionaris dari berbagai ordo (Kapusin, Yesuit, Oratorian).
  • Menyediakan dana, buku liturgi, dan pelatihan imam.
  • Menempatkan wilayah misi langsung di bawah Vatikan, bukan di bawah keuskupan setempat yang mungkin dibubarkan oleh pemerintah sipil.
Paus Gregorius XV mendirikan Kongregasi De Propaganda Fide
Paus Gregorius XV dan Kongregasi De Propaganda Fide

Bagi Nusantara, Propaganda Fide menjadi sangat penting. Karena VOC (1602–1799) melarang imam Katolik Belanda masuk ke wilayahnya, maka Vatikan mengirim imam dari Goa (India Portugis), Makau, dan Manila. Para imam inilah yang melayani umat Katolik di Jawa secara rahasia.

Awal Katolik di Jawa

Sebelum VOC berkuasa, iman Katolik sudah hadir di Nusantara. St. Fransiskus Xaverius singgah di Maluku (1546–1549), sementara Portugis membaptis orang-orang di Flores, Timor, dan sebagian pelabuhan Jawa.
 
Fransiskus Xaverius berlabuh di Maluku
Fransiskus Xaverius berlabuh di Maluku

Namun setelah VOC merebut Batavia (1619), semua kegiatan Katolik dilarang. Hanya Protestan yang diakui. Akibatnya, umat Katolik di Jawa – terutama orang Portugis (Mardijkers), budak yang sudah dibaptis, dan beberapa pribumi serta Tionghoa – harus beriman secara diam-diam.

Fransiskus Xaverius membaptis pribumi
Fransiskus Xaverius membaptis pribumi

Kehidupan dalam “Paroki Bayangan” di Jawa

Imam Katolik tetap hadir, meski tersembunyi. Beberapa nama yang tercatat antara lain:
  • Pastor Antonio Ventimiglia, O.F.M. Cap. (Kapusin, abad ke-17) – sempat melayani umat di Batavia, tetapi diawasi ketat VOC.
  • Pastor Petrus van der Velde, O.F.M. Cap. – diutus oleh Propaganda Fide, masuk Batavia dengan identitas dagang.
  • Imam-imam dari Goa (Jesuit dan Kapusin) – datang secara berkala, melayani baptisan dan pernikahan, lalu segera meninggalkan Batavia agar tidak ditangkap.
  • Pastor Portugis di Kampung Tugu – melayani komunitas Mardijkers yang menjaga iman dengan doa rosario dan nyanyian tradisional Portugis.
Misa Ekaristi Di Rumah-rumah
Misa Ekaristi Di Rumah-rumah

Pelayanan sakramen berlangsung di rumah pribadi, kadang di gudang, bahkan di bawah perlindungan komunitas Portugis. Tidak ada paroki resmi, tetapi ada kehidupan iman nyata – inilah “paroki bayangan” di tanah Jawa.

Tekanan dari VOC

VOC menegakkan kebijakan keras:
  • Semua pegawai wajib Protestan.
  • Perkawinan Katolik tidak sah secara hukum kolonial.
  • Imam Katolik yang tertangkap bisa diusir atau dipenjara.
Umat Batavia
Umat Batavia

Meskipun begitu, umat Katolik tetap setia. Di Kampung Tugu (Jakarta Utara), komunitas Mardijkers terus menjaga iman. Tradisi doa, rosario, dan nyanyian Portugis diwariskan turun-temurun, meskipun tanpa imam tetap.

Dari Bayangan ke Terang: Vikariat Apostolik Batavia

Situasi berubah setelah VOC bangkrut (1799) dan wilayah Hindia Belanda diambil alih pemerintah Belanda. Pada 1807, Paus Pius VII mendirikan Vikariat Apostolik Batavia. Pastor Jacobus Nelissen ditunjuk sebagai Vikaris Apostolik pertama.

Setahun kemudian, 1808, Gubernur Jenderal Daendels memperbolehkan keberadaan imam Katolik secara terbuka di Batavia. Dengan ini, paroki-paroki Katolik di Jawa tidak lagi harus bersembunyi. “Paroki bayangan” yang bertahan lebih dari 150 tahun akhirnya keluar ke terang, menjadi cikal bakal Gereja Katolik di Indonesia.

Makna Sejarah

Kisah “paroki bayangan” di Jawa memperlihatkan bagaimana iman Katolik bertahan di tengah tekanan. Umat sederhana, imam yang menyamar, dan misi Propaganda Fide semuanya berperan menjaga Gereja agar tetap hidup. Dari Utrecht yang ditutup, sampai Batavia yang tersembunyi, Gereja Katolik belajar bertahan dalam “bayangan” hingga akhirnya muncul kembali secara resmi.

Gereja Katolik di Indonesia hari ini lahir dari benih iman yang tidak pernah padam, meski ditekan dan dipaksa untuk sembunyi.

Daftar Sumber

  • Charles Boxer, The Dutch Seaborne Empire 1600–1800 (Penguin, 1990).
  • Jan Sihar Aritonang & Karel Steenbrink (eds.), A History of Christianity in Indonesia (Brill, 2008).
  • Karel Steenbrink, Catholic Communities in Indonesia, 1500–1940 (KITLV Press, 2003).
  • Arsip Propaganda Fide (1622–1807), Vatican Secret Archives.
  • Keuskupan Agung Jakarta, Sejarah Gereja Katolik di Jakarta.

T Shirt/Kaos Rohani
Kristen Katolik - Salt

T Shirt/Kaos Rohani Kristen Katolik - Salt

T Shirt/Kaos Rohani
Kristen Katolik - Light

T Shirt/Kaos Rohani Kristen Katolik - Light

Komentar

download ebook pdf gratissiaran podcast

SIARAN PODCAST!

Postingan Populer