Salib Kristus: Antara Kitab Suci, Tradisi, dan Kesaksian Para Bapa Gereja

Perlu diketahui, kata crucifix dalam bahasa Latin kuno tidak menunjuk bentuk tertentu, melainkan pada hukuman itu sendiri. Secara harfiah berarti “orang yang dipaku pada tiang.” Istilah ini menggambarkan tindakan kejam, di mana seseorang diikat atau dipaku pada struktur kayu dengan bentuk yang bervariasi: dari tiang tunggal hingga kombinasi palang untuk eksekusi publik.
Sejarah Romawi mengenal berbagai bentuk: Crux simplex (tiang lurus), Crux commissa (salib berbentuk T), Crux immissa (†, dengan balok menonjol ke atas), dan Crux decussata (salib X). Kitab Suci sendiri hanya menyebut staurós atau crux, artinya “alat penyaliban,” tanpa detail bentuk.
Contoh:
Matius 27:32 (Yunani)καὶ ἐξερχόμενοι εὗρον ἄνθρωπον Κυρηναῖον, ὀνόματι Σίμωνα· τοῦτον ἠγγάρευσαν ἵνα ἄρῃ τὸν σταυρὸν αὐτοῦ.(Kai exerchomenoi heuron anthrōpon Kyrēnaion, onomati Simōna; touton ēngareusan hina arē ton stauron autou.)→ “Mereka menemukan seorang Kirene bernama Simon; dia dipaksa untuk memikul salib-Nya.”Matius 27:32 (Latin Vulgata)Et exeuntes invenerunt hominem Cyrenaeum, nomine Simonem: hunc angariaverunt ut tolleret crucem ejus.→ “...untuk memikul crux-Nya.”
Tanpa Tradisi Suci, semua ini dapat menjadi bahan pertengkaran: ada yang bersikeras salib itu T, ada yang X, ada yang tiang lurus. Tetapi para Bapa Gereja memberi kepastian.
- Santo Yustinus Martir (†165) menulis: “Salib itu seperti manusia berdiri dengan tangan terbentang, dengan kepala tegak, dan tangan menjulur ke samping”.
- Santo Ireneus dari Lyon (†202) berkata: “Melalui kayu salib, Kristus merentangkan tangan-Nya untuk merangkul seluruh dunia”. Fakta penting: Ireneus adalah murid Santo Polikarpus, yang sendiri adalah murid langsung Rasul Yohanes — saksi mata yang bersama Bunda Maria berdiri di kaki salib Yesus (Yoh 19:25–27).
- Adversus Haereses (Melawan Ajaran Sesat), Buku V, Bab 17, Paragraf 4
“The very form of the cross, too, has five extremities, two in length, two in breadth, and one in the middle, on which the person rests who is fixed by the nails.”
Terjemahan: “Bahkan bentuk salib itu sendiri memiliki lima ujung: dua pada panjangnya, dua pada lebarnya, dan satu di tengah, tempat tubuh orang yang dipakukan itu bertumpu.” - Tertulianus († sekitar 220) tidak pernah menuliskan secara eksplisit “salib Yesus berbentuk Crux immissa (†)”. Ia tidak memberi deskripsi teknis seperti arsitektur kayu salib. Namun ia berulang kali memakai analogi dan penjelasan yang hanya masuk akal bila salib itu memiliki balok melintang (transversum):
Rujukan penting:
- Ad Nationes I, 12:
“Salib-salib sesungguhnya adalah bagian dari agamamu (pagan): lambang-lambangmu, panji-panji, bendera-benderamu… semuanya dihiasi dengan tanda salib. Bahkan bentuk seorang manusia dengan tangan terentang menyerupai salib.”
Jelas menegaskan salib sebagai figur manusia dengan tangan terentang — berarti bukan tiang lurus. - Adversus Marcionem III, 18:
Tertulianus menafsirkan Mazmur 22:16 (“mereka menusuk tangan dan kaki-Ku”) dan menghubungkannya dengan posisi tubuh Yesus di salib.
Nubuat ini hanya cocok dengan bentuk salib di mana kedua tangan terbentang pada palang horizontal. - De Corona Militis 3:
“Pada setiap langkah, setiap gerakan, ketika kita masuk dan keluar, ketika kita mengenakan pakaian, ketika kita duduk, ketika kita menyalakan lampu, ketika kita pergi tidur, ketika kita duduk, apapun yang kita lakukan, kita menandai dahi kita dengan tanda salib.”
Tertulianus menegaskan betapa sentralnya tanda salib (bukan sekadar tiang) dalam iman Kristiani awal.| - Santo Agustinus (†430) menafsirkan: “Empat ujung salib melambangkan panjang, lebar, tinggi, dan dalam kasih Allah yang meliputi segalanya” (bdk. Ef 3:18).
- Santo Ignatius dari Antiokhia (†107 M), murid Rasul Yohanes, adalah Bapa Apostolik pertama yang memakai istilah “Katolik” untuk menyebut Gereja. Dalam suratnya kepada jemaat di Smyrna ia menulis: “Di mana ada Yesus Kristus, di situ ada Gereja Katolik; di mana ada uskup, di situ umat beriman” (Smyrn. 8:2). Beberapa dekade setelah kesaksiannya, muncul bukti arkeologis berupa Graffiti Alexamenos (±180–200 M), sebuah ejekan Romawi yang menggambarkan seorang Kristen bernama Alexamenos sedang menyembah sosok disalibkan berkepala keledai dengan tulisan Yunani “Alexamenos menyembah Allahnya.” Meskipun satir, graffiti ini justru menegaskan bahwa masyarakat Romawi sudah mengenali salib orang Katolik dalam bentuk Crux immissa (†). Fakta ini menunjukkan bahwa sejak awal, tanda salib bukan hanya ikon iman internal, tetapi juga sudah memiliki pengaruh sosial: dikenal luas di publik Romawi, bahkan dijadikan bahan ejekan, bukti bahwa simbol salib telah melekat erat dalam identitas Gereja Katolik pada abad-abad awal.
Fakta bahasa pun meneguhkan: kata cross baru masuk ke dalam kosakata Inggris abad ke-10–11 melalui Gereja Katolik dan Old Norse kross.
Maka jelaslah: Kitab Suci tanpa Tradisi menimbulkan kebingungan dan perpecahan. Tetapi Kitab Suci bersama Tradisi Suci memberi kepastian iman: salib Kristus adalah Crux immissa (†), tanda kasih Allah yang sempurna.
Daftar Sumber
- Raymond E. Brown, The Death of the Messiah (Yale University Press, 1994), hlm. 945–950.
- Everett Ferguson, Backgrounds of Early Christianity, 3rd ed. (Eerdmans, 2003), hlm. 614–618.
- Justin Martyr, First Apology, cap. 55, dalam Ante-Nicene Fathers, Vol. 1 (Hendrickson, 1994).
- Irenaeus, Against Heresies, V, 17:4, dalam Ante-Nicene Fathers, Vol. 1 (Hendrickson, 1994).
- Tertullian, Ad Nationes, I, 12, dalam Ante-Nicene Fathers, Vol. 3 (Hendrickson, 1994).
- Augustine, Tractates on the Gospel of John, Tract. 118, dalam Nicene and Post-Nicene Fathers, Series I, Vol. 7 (Hendrickson, 1994).
- Ignatius of Antioch, Letter to the Smyrnaeans 8:2, dalam Ante-Nicene Fathers, Vol. 1 (Hendrickson, 1994).
- F. L. Cross & E. A. Livingstone (eds.), The Oxford Dictionary of the Christian Church, 3rd ed. (Oxford University Press, 2005).






Komentar
Posting Komentar